Minggu, 01 Juni 2014

Kuadran Prioritas

4-kuadran-covey
4-kuadran-covey

Mengefektifkan Hidup
Berapa umur anda saat ini? Pernahkah kita merenungi berapa banyak prestasi hidup yang telah kita capai hingga saat ini?


Kalau kita masih usia SMA, apa yang membedakan kita dengan teman sebaya kita yang berhasil meraih medali emas Olimpiade Fisika? Kalau kita sedang di bangku kuliah, apa perbedaan kita dengan teman-teman yang telah lulus terlebih dahulu dengan indeks prestasi lebih tinggi? Kalau saat ini kita telah menjadi orang tua, di mana posisi kita dibandingkan dengan keluarga lain yang memiliki sebelas anak yang sebagian di antaranya adalah penghapal Al Qur’an?

Dengan waktu hidup yang sama-sama 24 jam sehari dan dengan modal yang hampir setara sebagai sama-sama orang Indonesia, kunci utama yang membedakan kita dengan orang lain adalah seberapa mampu kita mengefektifkan hidup kita. Pada orang yang efektif, modal waktu dan modal kehidupan lainnya menjadikan hidup yang berkualitas, sedangkan pada orang yang tak efektif, modal yang sama menjadikan hidup mereka biasa-biasa saja. Ada dan tiadanya tidak ada manfaatnya.

Lalu bagaimanakah cara membangun hidup yang efektif. Stephen Covey telah menggariskan prinsip-prinsipnya dalam bukunya yang sangat terkenal “The Seven Habits of Highly Effective People”. Dalam tulisan ini, ide-ide Stephen Covey dirangkumkan secara ringkas.

Segalanya bermula pada karakter. Apa itu karakter? Karakter adalah gabungan dari kebiasaan-kebiasaan kita. Sedangkan kebiasaan adalah aktivitas yang dikerjakan tanpa perlu berpikir dulu. Kebiasaan itu spontan dan apa adanya. Dalam bahasa Islam, karakter itu kita sebut sebagai akhlaq.

Kebiasaan dan karakter biasanya sulit berubah, tetapi sesungguhnya bisa diubah dengan komitmen yang sungguh-sungguh. Kebiasaan (Inggris: habits) yang baik adalah bertemunya pengetahuan (knowlegde), keahlian (skill) dan keinginan (desire). Artinya kita memahami tetang baiknya sebuah kebiasaan, lalu kita memiliki kemauan yang tinggi untuk mewujudkannya, kemudian kita berusaha untuk mampu melaksanakannya dengan disiplin.

Dari mana kita memulai membangun karakter baik itu? Hal pertama yang harus dimiliki adalah prinsip. Prinsip adalah hal mendasar yang menjadi pegangan tingkah laku manusia. Prinsip adalah jalan yang memandu kehidupan seseorang. Prinsip seorang Muslim berbeda dengan prinsip orang yang tak beragama. Prinsip seorang Jawa berbeda dengan prinsip seorang Arab. Prinsip seseorang berbeda dengan prinsip orang lain. Karena itu ada akhlakul karimah yang dimiliki seorang muslim, ada pula karakter orang Sunda yang berbeda dengan orang India, dan terutama karakter kita yang berbeda dengan karakter orang lain. Jadi pertama kali, kita harus menentukan – bahkan menuliskan – prinsip-prinsip hidup kita.

Untuk membangun karakter berdasarkan prinsip kita, menurut Stephen Covey, kita perlu membiasakan tujuh hal.

Pertama, adalah kebiasaan proaktif (be proactive). Proaktif artinya kitalah yang menentukan sikap atau respon kita, bukan orang lain, bukan lingkungan kita. Menentukan bukan dipengaruhi. Respon kita atas sesuatu kejadian adalah pilihan, dan kita harus memilih yang baik. Apabila kita jatuh tersandung, kita bisa memilih : mengucapkan kalimat istirja’ (innalillahi wa inna ilayhi raji’uun) atau malah memanggil binatang-binatang seperti anjing atau kambing. Yang pertama adalah kebiasaan orang baik, yang kedua adalah kebiasaan preman.

Proaktif dipandu oleh visi alias cita-cita pribadi. Kalau kita punya visi yang besar, maka kita tidak mudah terjebak dalam lingkungan yang buruk. Tetangga kita atau masyarakat kita bisa saja punya kebiasaan malas, tapi visi pribadi kita membuat kita proaktif untuk tidak ikut-ikutan mereka. Ya, kita punya cara hidup sendiri. Kita yang mempengaruhi mereka bukan mereka yang mengubah kita. Jadi proaktif adalah sikap mental kita.
Kedua, adalah kebiasaan mulai dari akhir di pikiran (begin with the end in mind). Bahasa gampangnya adalah ‘pikir dulu sebelum berbuat!’. Kita harus punya misi hidup: “Sebenarnya kita hidup untuk apa sih?”. Kebiasaan ini akan yang menentukan tindakan-tindakan kita.

Kebiasaan ini adalah kebiasaan yang mendorong ke arah kepemimpinan pribadi. Menjadi pribadi yang mampu memimpin dan mengendalikan terutama diri sendiri. Kebiasaan ini dibangun melalui pernyataan misi hidup kita yang akan memandu kita menentukan fokus menjadi apa dan mengerjakan apa dalam kehidupan kita. Tentu saja, misi hidup kita pun sebaiknya menjadi misi hidup tertulis yang rutin kita baca untuk mengingatkan langkah kita.

Bagaimana membuat misi hidup? Kembalilah kepada prinsip yang kita punya. Ada orang yang berpusat pada harta ‘hidup adalah cari uang’, ada orang yang berpusat pada karir ‘karirku adalah hidupku’, dan ada orang yang berpusat pada orang lain ‘asal bapak senang’. Tapi misi hidup yang benar dibangun dengan berpusat pada prinsip. Apa prinsip hidupmu? Itulah misi hidupmu.

Jika proaktif adalah sikap mental, maka kebiasaan mulai dari akhir pikiran adalah posisi teknis tindakan kita.
Ketiga, adalah kebiasaan dahulukan yang utama (put first things first). Ini adalah manajemen pribadi yang mengatur dan mengelola kebiasaan nomor 1 yang untuk mengimplementasikan dan mengelola kebiasaan nomor 1 yang bersifat mental, dan kebiasaan nomor 2 bersifat fisik. Jika nomor 1 berbunyi “saya adalah seorang programmer”, nomor 2 akan berbunyi “saya menulis program”, maka nomor 3 ini akan berbunyi “saya menjalankan program”.

Kita bisa membagi urusan hidup kita dalam matriks empat kuadran dengan menentukannya sebagai urusan yang urgen (mendesak) atau tidak urgen (tidak mendesak), dan penting atau tidak penting. Urusan yang harus segera untuk ditindak-lanjuti disebut sebagai urusan yang “mendesak”. Sedangkan urusan yang “penting” adalah urusan yang memberikan pengaruh pada misi hidup lebih besar atau sasaran prioritas yang lebih tinggi.

Urusan pada Kuadran I adalah urusan yang penting dan mendesak. Ia biasanya merupakan tugas yang harus diselesaikan, masalah yang harus diatasi, atau krisis yang harus dituntaskan. Contohnya adalah pekerjaan rumah yang harus dikumpulkan esok, atau tugas kantor yang harus dilaporkan hari ini. Kalau sebagian besar hidup kita habis di Kuadran I, artinya kita hidup dengan dikejar-kejar pekerjaan atau masalah. Hidup di Kuadran I seperti bekerja sebagai pemadam kebakaran.

Urusan pada Kuadran III adalah urusan yang tidak penting tapi mendesak. Ini biasanya terjadi karena berhubungan dengan orang lain, seperti adanya panggilan telepon (yang kita tidak tahu untuk apa), email masuk, atau permintaan rapat dan pertemuan yang tiba-tiba. Kita harus hati-hati karena kita seringkali menjadikan hal ini Kuadran I, menganggapnya seolah-olah penting. Padahal sebagian besar barangkali tidak. Hidup pada Kuadran III adalah hidup sok sibuk tanpa arti.

Kuadran IV adalah kuadran pelarian – aktivitas yang tidak penting dan tidak mendesak. Waktu luang seringkali menjebak kita masuk di kuadran ini. Demikian pula kesibukan yang sangat tinggi kadangkala mengajak kita untuk melarikan diri sesaat masuk Kuadran ini. Menghabiskan hidup banyak dalam Kuadran IV adalah menyia-nyiakan hidup.

Orang yang efektif akan keluar dari Kuadran III dan Kuadran IV karena disana tidaklah penting. Mereka akan mengatur untuk menyusutkan Kuadran I sampai memiliki banyak waktu untuk Kuadran II. Urusan pada Kuadran II adalah penting, namun tidak mendesak. Bekerja pada kuadran ini adalah jantung dari manajemen waktu pribadi.

Kuadran II berisi aktivitas yang memiliki tujuan jangka panjang. Belajar, melatih kemampuan, mengembangkan diri, mencari peluang baru, atau merencanakan masa depan. Aktivitas Kuadran II apabila dikerjakan secara kontinya akan membuat perubahan yang amat besar pada hidup kita.

Cara hidup kita akan efektif apabila bagian Kuadran II kita adalah menjadi bagian yang paling luas. Untuk mencapainya pada awalnya, waktu dan energi untuk Kuadran II harus disediakan dari jatah Kuadran III dan Kuadran IV. Tetapi , tapi selanjutnya setelah itu, kita harus menyempitkan pula urusan-urusan di Kuadran I.
Kunci manajemen diri dengan berfokus pada Kuadran II ini ada tiga hal yaitu : buat prioritas hidup, kelola hidup berdasarkan prioritas, dan disiplinkan diri terhadap proritas. Tentu saja prioritas-prioritas itu ditentukan berdasarkan pada kebiasaan 1 dan kebiasaan 2 di atas. Kita bisa mengambil contoh situasi sebagai berikut. Pada suatu waktu kita dihadapkan pada beberapa pilihan: main game, mengecek email teman-teman lama, menyelesaikan tugas yang harus dikumpulkan esok pagi, atau belajar bahasa Arab. Menyelesaikan tugas tentu saja adalah prioritas, dan itu harus dikerjakan sesegera mungkin. Itu adalah Kuadran I. Tetapi main game (Kuadran IV) dan mengecek email teman-teman lama (Kuadran III) bisa kita tunda bahkan abaikan. Belajar bahasa Arab adalah Kuadran II karena kita misalnya telah memiliki visi dan misi hidup untuk memahami Islam sepenuhnya. Bahasa Arab adalah modal untuk mengetahui Al Qur’an dan Hadits, pilar-pilar agama Islam.

Akan tetapi sebenarnya bisa juga main game menjadi Kuadran II. Bagi siapa? Bagi mereka yang menempatkan diri sebagai pemain game profesional, yang memang tujuan hidupnya adalah menjadi pemain terbaik dalam game tertentu misalnya. Ya, karena semua tergantung visi misi hidup dan prioritas yang dimiliki seseorang.

Selain pengaturan prioritas, kunci lain pada manajemen diri di Kuadran II adalah keterampilan untuk mendelegasikan aktivitas. Saat hal-hal di dalam Kuadran II begitu banyak harus dilaksanakan, sebagian dari pekerjaan kita di kuadran lainnya harus didelegasikan dengan baik kepada orang lain atau melalui sarana lain.
Kebiasaan 1, 2 dan 3 adalah sesuatu yang berhubungan dengan diri pribadi atau ke dalam. Kebiasaan ini wujud kemenangan pribadi yang diperlukan untuk berkembangnya karakter pribadi. Selebihnya, Stephen Covey menunjukkan ada Kebiasaan 4, 5 dan 6 yang menjadi wujud kemenangan publik, yaitu bagaimana kita bisa mewujudkan kualitas pribadi yang memiliki hubungan yang baik dengan semua pihak. Kebiasaan-kebiasaan tersebut terkait dengan kerjasama dan komunikasi yang baik. Sedangkan kebiasaan ke 7 adalah kebiasaan yang memandu perbaikan terus menerus keseluruhan kebiasaan kita sebelumnya. Pembahasan kebiasaan-kebiasaan ini akan disampaikan pada edisi berikutnya Insya Allah.

Sumber : Klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar